What Money can’t buy??
Hmmm… that could be various answers.
Lets say : “Love”…
Love?? Oh Really? But, I don’t thing so..
Many people fallin’ in love only because of “money”.
Hmmm...What about “Dignity”? , What about “Idiology”?
Hmmm that’s depend…
Ok then… I`ll give you an example…
Kalo kalian perhatikan apa sih yang kurang dari performance putri dari Emilia Contessa yang bernama lengkap: “Denada Elisabeth Anggia Ayu Tambunan” ini?
Berkat perfomance nya yang gemilang, diusianya yang baru aja 16 tahun pada saat itu, dia berhasil menyabet salah satu penghargaan dari kategori bergengsi di MTV Asia Award tahun 1995.
Selain itu juga, dia berhasil mendapatkan kontrak untuk sebuah produk Minuman bergengsi dunia : “Coca Cola” Company Indonesia, senilai kurang lebih setengah miliar rupiah untuk mewakili “image” generasi muda pada saat itu. Belum lagi iklan iklan produk lainnya yang menuntut sebuah image anak muda kreatif dan berbakat pada masa itu.
Jadi jelaslah sudah pilihan MTV Asia, D&G, Casio Baby G-Shock dan Coca Cola adalah mencari image artis yang bergengsi, berkelas, berprestasi dan memiliki jenis musik dari kategori tertentu yang bergengsi pula dan tentunya bukanlah untuk artis berkategori musik dan performance yang tidak satu “image” dengan produknya.
Tapi Lihatlah perjalanan waktu dan perjalanan karir Denada setelah kurun waktu 10 tahun kemudian.
Apakah dia masih bisa bertahan dengan “image” dan penampilan yang masih sama dengan pada saat itu?
Meskipun dia adalah “the breakthrough” untuk kategori musik rap dan RnB wanita di Indonesia tapi ternyata dia tidak bisa survive dan terus berjaya dijalur ini.
Selain ketatnya persaingan perindustrian musik di Indonesia dan banyaknya kemunculan generasi muda yang memiliki bakat bakat lebih “fresh” dan mengikuti trend yang ada pada saat itu juga menjadi faktor hilangnya pamor “sang pelopor” aliran musik rap dan RnB wanita di Indonesia ini.
Pergeseran musik Denada dari album ke satu dan kedua tidaklah begitu kentara, dia tetap setia dengan lagu berjenis ini dengan bantuan mas Harry Budiman, Johandi Yahya (Cool Color), Bobby Alatas (putra dari Titik sandora & Muchsin Alatas) dan masih bayak lagi musisi yang membantu Denada di Album pertama dan kedua ini, walaupun sesekali dia juga unjuk kebolehannya untuk mencipta lagu sendiri dan bernyanyi secara biasa (tidak secara rap) di beberapa yang lagunya yang ternyata jauh lebih indah dan lebih “easy listening” dengan balutan musik bertempo “melow” dan “up-tempo” yang cenderung RnB bangedz…
Coba saja simak lagu “Ketika Cinta Telah Bicara” di album ke-2 Denada ini, ini adalah lagu Denada yang paling saya unggulkan, karena pada saat itu masih jarang ada yang menyajikan musik seperti ini dan Denada memang yang mengawalinya, biasanya musik seperti ini hanya bisa saya dengar di musiknya Shanice, Tracie Spencer, Mary J Blidge, Brandy atau Toni Braxton saja, tapi kali ini Indonesia punya juga vokalis wanita dengang jenis musik seperti ini.
Ternyata akhirnya wanita kelahirah tahun 1978 yang selalu ber-ulang taun setiap tanggal 19 Desember ini, menyadari akan kelebihan dia untuk bernyanyi (tidak secara rap) ternyata juga bisa lebih menghasilkan hits dari pada lagu lagu nge-rap-nya, karena anehnya memang begitulah faktanya, lagu lagu Denada yang menjadi hits ternyata bukanlah lagu dari kategori rap melainkan lagu lagu yang dia nyanyikan tidak secara Rap, maka dia merubah konsep bernyanyinya di album ketiganya dan kali ini Denada dikawal oleh Sony Music sebagai recording company-nya.
Sesuai dengan judul album ketiganya ini : “ Awal Baru”, kali ini musik Denada benar benar baru dengan musisi pendukung barunya pun mulai bertambah namun kali ini tanpa kehadiran Bobby Alatas dan Johandi Yahya.
Walaupun Denada tetap setia dari album pertama sampai ketiga bersama Harry Budiman tapi demi “Awal Baru” ini akhirnya Denada mulai mengundang banyak musisi handal untuk berkolaborasi seperti Dhani Ahmad dan Yovie Widianto.
Kebalikan dari album album terdahulunya, dialbum ke-3 ini Denada hanya menyisipkan satu buah lagu yang bernuansa rap, selebihnya lebih ke RnB dan Dance.
Tampaknya ini adalah klimaks dari karier Denada untuk jenis musik yang melambungkan namanya itu.
Setelah itu tampaknya Denada lebih asik dengan kesibukan barunya sebagai presenter, pesinetron dan kemudian beralih profesi sebagai penyanyi dangdut.
Hmmm... See… That's what Money can do!
Money can turn someone to be what it takes.
Sekarang Denada lebih memilih jalur musik dan karir yang bisa lebih menghasilkan rupiah dan lebih menjanjikan dibanding ketika dia hanya menjadi seorang penyanyi rap.
Bahkan salah satu televisi swasta pun sempat menominasikan dia sebagai salah satu nominasi untuk penyanyi dangdut terfavorit pilihan pemirsa, padahal ketika itu Denada belum satupun menghasikan album dari kategori musik jenis dangdut, hanya lantaran karna frekuensi dia tampil di televisi lebih banyak diminta menyanyikan lagu dangdut, akhirnya image itupun kadung melekat pada Denada.
Barulah setelah itu dia akhirnya mengukuhkan diri sebagai penyanyi dangdut secara profesional dengan album dangdut terbarunya itu…
Selamat deh…
Semoga cepet dapet apa yang kamu kejar…
Ngomong ngomong.. apa Coca Cola masih mau ngontrak penyanyi dangdut ga yah?? sebagai image iklannya??
Mungkin cukup "Marimas" saja kali yah?? itung itung jadi gantinya Inul...
Ayo ngebor... maasssss....
No comments:
Post a Comment